3 Feb 2013

Asuransi Syariah Masih Harus Berbenah Agar Tidak Jalan di Tempat.

Berpedoman pada arti Asuransi dari Wikipedia di atas, maka Asuransi Syariah dapat diterjemahkan sebagai suatu tindakan, sistem atau bisnis secara Syariah Islam  dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapat penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, dimana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut. Secara lebih detail lagi Asuransi Syariah telah dijabarkan dan dijadikan pedoman bagi seluruh Asuransi Syariah di Indonesia melalui Fatwa MUI : Fatwa DSN 21/DSN-MUI/X/2001: Pedoman Umum Asuransi Syari'ah.  Pedoman inilah yang dijadikan dasar dan pegangan atau pijakan seluruh Asuransi Syariah yang ada di Indonesia. Perbedaan yang sangat mendasar antara Asuransi Syariah dan Asuransi non Syariah ini masih sangat dibutuhkan cara mensosialisasikan kepada masyarakat sehingga perbedaan ini dipahami secara benar. 

Asuransi Syariah berdiri dan beroperasi untuk menjawab tantangan dan keinginan masyarakat Muslim yang selama ini memang tidak atau kurang menaruh respect sama sekali dengan yang namanya asuransi. Asuransi menurut anggapan masyarakat secara umum selama ini adalah suatu tindakan yang apabila seseorang ikut atau menjadi nasabah asuransi maka sama artinya dengan mendahului Ketentuan Tuhan. Hidup, mati, kecelakaan, sakit, kehilangan adalah sebuah Ketentuan Tuhan. Dengan semakin tinggi pendidikan dan pendapatan masyarakat dimana masyarakat muslim merupakan mayoritas penduduk di Indonesia, pemahaman yang demikian sudah mulai sedikit banyak bergeser.  Meskipun ada perubahan baik jumlah nasabah maupun jumlah polis dari premi yang dibayarkan, peningkatannya belum optimal. Kendala lainnya adalah masyarakat masih belum dapat atau terbiasa dengan perencanaan keuangan jangka panjang. Inilah PR yang perlu dipecahkan bersama.

Dengan adanya Asuransi Syariah, anggapan di atas mulai memberikan momentum baru dan wawasan baru bagi masyarakat, khususnya masyarakat Muslim. Namun belum dapat mengikis habis. Ditopang dengan pertumbuhan perekonomian yang semakin baik, seharusnya pertumbuhan Asuransi Syariah dapat tumbuh dan berkembang melebihi Asuransi non Syariah. Bila dicermati, pertumbuhan yang tidak optimal tersebut diperkirakan menyangkut beberapa hal (Perkiraan yang subyektif sifatnya).

  1. Asuransi Syariah operasionalnya masih di tingkat kabupaten atau kodya dengan tenaga yang terbatas untuk tenaga lapangan.
  2. Asuransi Syariah (dengan dasar point 1) lebih banyak menunggu bola ketimbang menjemput bola. Tenaga lapangan (SDM) dalam memasarkan Asuransi Syariah belum sepenuhnya menggunakan cara-cara sesuai tata cara Asuransi Syariah. 
  3. Asuransi Syariah dalam perkembangannya belum dapat memenuhi keinginan masyarakat sesuai dengan kebutuhannya. Pilihan layanan jasa masih terbatas. Bila adapun masih ditawarkan secara umum. Perlu dilakukan layanan jasa yang lebih spesifik seperti Asuransi non Syariah.
  4. Asuransi Syariah masih memerlukan kerjasama dengan pihak lain seperti Bank Syariah, Lembaga atau Instansi atau Perusahaan lain, para Ulama dan Para Tokoh Agama agar kedepannya Asuransi Syariah dapat lebih memasyarakat. (Contoh nyata adalah lomba blog seperti sekarang ini).
  5. Asuransi Syariah yang ditawarkan oleh Asuransi non Syariah, dalam perjalannya akan menemui kendala dan tidak mungkin akan merusak image Asuransi Syariah secara umum atau Asuransi Syariah yang  berdiri sendiri. Apa yang ditawarkan oleh Asuransi Allianz bisa jadi salah satunya. Menggabungkan Asuransi non Syariah dan Asuransi Syariah. Namun bisa jadi akan meningkatkan pemahaman masyarakat akan Asuransi Syariah dan dapat meningkatkan pertumbuhan Asuransi Syariah itu sendiri.
  6. Asuransi Syariah masih menggunakan bahasa baku dari bahasa Arab seperti mudarabah, tabarru', dan lainnya yang masih bisa di Indonesiakan atau dibakukan dalam Bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa yang lebih meng-indonesia akan lebih memasyarakat dan lebih mudah dalam mensolisasikan layanan jasa yang ada kepada masyarakat.

Dari beberapa perkiraan di atas, Asuransi Syariah secara umum telah mulai banyak berbenah, meski porsi premi antara Asuransi non Syariah dengan Asuransi Syariah yang katanya masih 10 : 1 tetapi lambat laun hal ini akan berkembang lebih cepat dengan membaiknya perekonomian di Indonesia.  Point 2 menyangkut SDM di lapangan yang barangkali pindahan dari Asuransi non Syariah perlu pembekalan yang lebih baik dan baku agar Asuransi Syariah benar-benar sesuai dengan visi dan misinya dapat diserap oleh masyarakat minimal pengetahuan tentang perbedaan antara Asuransi Syariah dan Asuransi Non Syariah. 

Layaknya obrolan di warung kopi, yang sifatnya masih subyektif, tentunya point-point di atas barangkali sudah ketinggalan. Tak ada salahnya untuk membuka dan mengingat kembali. Perjalanan yang selama ini menjadi kendala atas lambatnya perkembangan Asuransi Syariah perlu ditinjau kembali, mengigat hal-hal kecil jika diabaikan akan membesar dan menjadi masalah. Namun yang pasti, adanya Asuransi Syariah di Indonesia secara umum telah menyokong pada kehidupan masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam untuk melaksanakan ajaran Islam dengan lebih baik lagi, khususnya dalam berasuransi. Sesuai sabda Nabi: Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Degan bekal ini, Insya Allah visi dan misi Asuransi Syariah dapat terlaksana dengan baik, lebih berkembang  dan maju serta tidak semata-mata hanya untuk kepentingan bisnis semata. Asuransi Syariah semestinya harus lebih maju dan berkemang lebih pesat dari Asuransi non Syariah. Kenapa tidak ? Mudah-mudahan ini juga sebuah perjuangan untuk menjadi rahmatan lil alamin dan memang butuh usaha dan perjuangan besar. Semoga.




No comments: